Jumat, 12 Februari 2021

Halaqoh 25 Silsilah Ilmiyah Beriman Kepada Kitab Allah: Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Hal Iman Dengan Kitab-Kitab Allāh

Buah Beriman Dengan Kitab-Kitab Allāh

Diantara buah beriman dengan kitab-kitab Allah yang bisa kita petik adalah: yang pertama adalah Mendapatkan keutamaan-keutamaan beriman. Diantaranya: ⑴ Hidayah di dunia, ⑵ Keamanan di akhirat, ⑶ Masuk ke dalam surga, ⑷ Dan lain-lain. Karena beriman dengan kitab Allah adalah bagian dari mewujudkan keimanan.

Kedua, semakin mengetahui dan menyadari perhatian Allah dan kasih sayang-Nya kepada makhluk. Semakin mencintai-Nya karena menurunkan kepada kita kitab yang berisi petunjuk dan cahaya supaya kita tenang di dunia dan bahagia di akhirat. Kita tidak dibiarkan tersesat dan terombang-ambing dengan hawa nafsu dan syahwat. Dan bagi yang ingin melihat kebesaran nikmat Allah ini silakan dia melihat orang-orang yang hidup tanpa berpegang dengan kitab Allah; mereka dalam keadaan resah, bimbang, bingung, dan tidak tahu kemana arah hidupnya.

Ketiga Mengetahui hikmah Allah dan kebijaksanaan-Nya karena memberikan kepada setiap kaum syari’at yang sesuai dengan keadaan mereka. Dan Al-Qur’an sebagai kitab terakhir sesuai untuk semua umat di setiap tempat dan masa sampai hari kiamat.

Keempat Mengetahui bahwa petunjuk Allah kepada manusia tidak terputus sampai hari kiamat.

Kelima Semakin mencintai dan menghormati Al-Qur’an dengan memperhatikan adab-adab ketika membacanya. Demikian pula semakin mencintai orang-orang yang mencintai Al-Qur’an.

Keenam Membenci amalan-amalan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan orang-orang yang melakukannya.

Ketujuh Membangkitkan semangat untuk bersungguh-sungguh mencari hidayah dari Al-Qur’an dengan membaca, menghafal, mempelajari, mentadabburi, mengamalkan, berhukum dengan Al-Qur’an, dan kembali kepada Al-Qur’an ketika terjadi perselisihan.

Kedelapan Bersemangat untuk membela kitab Allah dengan menyebarkan aqidah yang benar tentangnya dan membongkar tuduhan dan keyakinan yang sesat yang ingin menurunkan kepercayaan terhadap Al-Qur’an dan menjauhkan umat dari Al-Qur’an.

Kesembilan Bergembira dan bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya yang besar.

Halaqoh 24 Silsilah Ilmiyah Beriman Kepada Kitab Allah: Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Hal Iman Dengan Kitab-Kitab Allāh

Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Hal Iman Dengan Kitab-Kitab Allāh

Diantara penyimpangan-penyimpangan di dalam hal iman dengan kitab-kitab Allah: yang pertama, mengingkari keseluruhan atau sebagian kitab-kitab Allah meskipun hanya satu huruf. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً بَعِيداً

“Dan barangsiapa yang kufur kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang jauh.” (QS An-Nisa: 136)

Berkata ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallāhu ‘anhu,

مَنْ كَفَرَ بِحَرْفٍ مِنَ الْقُرْآنِ أَوْ بِآيَةٍ مِنْهُ فَقَدْ كَفَرَ بِهِ كُلِّهِ

“Barangsiapa yang kufur atau mengingkari satu huruf dari Al-Qur’an atau satu ayat darinya maka sungguh dia telah kufur atau mengingkari keseluruhannya.” [Atsar ini dikeluarkan oleh Ath-Thabari di dalam tafsirnya]

Yang kedua adalah mendustakan kabar-kabar yang ada di dalam kitab-kitab tersebut. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

وَالَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُواْ عَنْهَا أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka sombong merekalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-A’raf: 36)

Yang ketiga melecehkan dan mengolok-olok. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

"Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian mengolok-olok? Janganlah kalian minta udzur, sungguh kalian telah kufur setelah keimanan kalian." (QS At-Taubah 65-66)

Yang keempat adalah membenci apa yang ada di dalam kitab-kitab tersebut berupa petunjuk Allah Subhānahu wa Ta’āla. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Yang demikian karena mereka membenci apa yang Allah turunkan maka Allah membatalkan amalan-amalan mereka.” (QS Muhammad: 9)

Apabila seseorang membenci Al-Qur’an yang di dalamnya ada petunjuk meskipun dia mengamalkannya maka dia telah kufur.

Yang kelima meninggalkan Al-Qur’an. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

وَقَالَ الرَّسُول ُيَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

“Dan Rasul berkata: Wahai Rabb-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an sesuatu yang ditinggalkan.” (QS Al-Furqan: 30)

Para ulama menjelaskan bahwa meninggalkan Al-Qur’an mencakup: Tidak mau mendengarkannya, Tidak beramal dengannya, Tidak berhukum dengannya, Tidak mentadabburinya, dan juga tidak berobat dengan Al-Qur’an baik untuk penyakit hati maupun penyakit badan.

Diantara penyimpangan-penyimpangan dalam hal iman dengan kitab-kitab Allah yang keenam adalah Ragu-ragu dengan kebenaran Al-Qur’an.

Yang ketujuh berusaha untuk mengubah Al-Qur’an baik lafazh maupun maknanya.

Halaqoh 23 Silsilah Ilmiyah Beriman Kepada Kitab Allah: Hukum Membaca Kitab-Kitab Sebelum Al Qurān Seperti Taurat Dan Injil Yang Telah Diubah

Hukum Membaca Kitab-Kitab Sebelum Al Qurān Seperti Taurat Dan Injil Yang Telah Diubah

Para ulama menjelaskan bahwa hukum membacanya ada 2.

Yang pertama adalah haram. Apabila maksudnya adalah mencari petunjuk di dalam kitab-kitab tersebut seakan-akan tidak mencukupkan dirinya dengan Al-Qur’an. Karena Allah telah mengabarkan bahwa kitab-kitab tersebut sudah diubah, sudah tercampur antara yang haq dan yang bathil. Yang bathil jelas kita tinggalkan. Adapun yang haq, yang selamat dan tidak diubah maka Al-Qur’an yang dijaga oleh Allah dari perubahan telah mencukupi kita. Tidak ada kebaikan yang kita butuhkan di dalam agama kita kecuali sudah diterangkan di dalam Al-Qur’an. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَىٰ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

"Apakah tidak mencukupi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu sebuah kitab yang dibacakan atas mereka? Sesungguhnya di dalamnya ada rahmat dan peringatan bagi kaum yang beriman." (QS Al-‘Ankabut: 51)

Dari Jabir Ibnu ‘Abdillah radhiyallāhu ‘anhumā, bahwa ‘Umar Ibnu Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu mendatangi Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan membawa sebuah kitab yang dia dapatkan dari sebagian Ahlul Kitab kemudian membacakannya kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam marah seraya berkata, ‘Apakah engkau bingung di dalam agamamu, wahai putra Al-Khaththab? Dan demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku telah mendatangi kalian dengan sesuatu yang putih bersih. Janganlah kalian bertanya kepada mereka (yaitu Ahlul Kitab) tentang sesuatu karena mungkin mereka mengabarkan kepada kalian dengan kebenaran kemudian kalian mendustakannya atau mereka mengabarkan yang bathil kemudian kalian membenarkannya. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa masih hidup niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali mengikuti aku.” (Hadits hasan riwayat Imam Ahmad)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullāh menyebutkan di dalam Shahih Bukhari, ucapan ‘Abdullah Ibnu ‘Abbas radhiyallāhu ‘anhumā. Beliau mengatakan, “Bagaimana kalian bertanya kepada Ahlul Kitab tentang sesuatu sedangkan kitab kalian yang diturunkan kepada Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam lebih baru? Kalian membacanya dalam keadaan bersih tidak tercampuri dan Allah telah mengabarkan kepada kalian bahwa Ahlul Kitab telah mengganti kitab Allah dan mengubahnya. Dan menulis kitab dengan tangan-tangan mereka dan mereka berkata ‘Ini adalah dari sisi Allah’ dengan tujuan menjualnya dengan harga yang sedikit. Bukankah ilmu yang datang kepada kalian telah melarang kalian untuk bertanya kepada mereka? Tidak demi Allah, kami tidak melihat seorang pun dari mereka yang bertanya kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian.”

Dikhawatirkan apabila seseorang membaca kitab-kitab tersebut akan membenarkan yang bathil atau mendustakan yang benar atau menjadi tersesat dan terfitnah agamanya.

Yang kedua Boleh hukumnya apabila dia termasuk penuntut ilmu atau orang yang berilmu dengan Al-Qur’an dan Hadits, kuat keimanannya, dalam ilmu agamanya, khususnya tentang masalah ‘aqidah, tauhid dan lain-lain, dan tujuannya adalah ingin: membantah Ahlul Kitab, Menerangkan penyimpangannya, menjelaskan pertentangan yang ada di dalam kitab tersebut, menunjukkan keistimewaan Al-Qur’an, menyingkap syubhat mereka, dan juga menegakkan hujjah atas mereka.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā; bahwasanya orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam, kemudian mereka menyebutkan bahwa seorang laki-laki dan wanita di antara mereka telah berzina. Maka Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Apa yang kalian temukan di dalam Taurat tentang masalah hukum rajam?’ Mereka berkata: ‘Kami akan membuka aib-aibnya dan mereka akan dicambuk.’ (Maksudnya mereka mengingkari adanya ayat tentang rajam di dalam Taurat.) Kemudian ‘Abdullah Ibnu Salam radhiyallāhu ‘anhu berkata, ‘Kalian telah berdusta, sesungguhnya di dalam Taurat ada ayat rajam.’ Kemudian mereka mendatangkan Taurat dan membukanya. Salah seorang diantara mereka meletakkan tangannya di atas ayat rajam. (Maksudnya menutupi.) Kemudian membaca ayat sebelumnya dan setelahnya kemudian ‘Abdullah Ibnu Salam berkata, ‘Angkatlah tanganmu!’ Maka dia mengangkat tangannya, maka di dalamnya ada ayat tentang rajam. Mereka berkata, ‘Dia telah benar, wahai Muhammad, di dalamnya ada ayat tentang rajam.’ Maka Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyuruh untuk merajam keduanya, kemudian keduanya dirajam. Berkata ‘Abdullah Ibnu Salam, ‘Maka aku melihat laki-laki tersebut memiringkan badannya ke arah wanita tersebut ingin melindunginya dari batu. (HR Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, para ulama menulis kitab-kitab yang membantah Ahlul Kitab, dan membawakan di dalamnya beberapa nash dari kitab-kitab yang ada di tangan mereka sendiri, seperti, Ibnu Hazm, di dalam kitabnya Al-Fashlu Fil Milali Wal Ahwai Wan Nihali. (الفصل في الملل والأهواء والنحل), Abu ‘Abdillah Al-Qurthubiy, di dalam kitabnya Al-I’lamu Bima Fi Dinin Nashara Minal Fasadi Wal Awhami Wa Izh-aru Mahasinil Islami (الإعلام بما في دين النصارى من الفساد والأوهام وإظهار محاسن الإسلام), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam kitabnya Al-Jawabush Shahihu Liman Baddala Dinal Masihi (الجواب الصحيح لمن بدّل دين المسيح), Ibnul Qayyim, di dalam Kitabnya Hidayatul Hayara Fi Ajwibatil Yahudi Wan Nashara (هداية الحيارى في أجوبة اليهود والنصارى), dan juga kitab-kitab yang lain.

Halaqoh 22 Silsilah Ilmiyah Beriman Kepada Kitab Allah: Beramal, Ridha Dan Berserah Diri Dengan Hukum-Hukum Yang Ada Di Dalam Kitab-Kitab Allāh

Beramal, Ridha Dan Berserah Diri Dengan Hukum-Hukum Yang Ada Di Dalam Kitab-Kitab Allāh

Diantara cara beriman dengan kitab-kitab Allah yang keempat adalah beramal, Ridha, dan berserah diri dengan hukum-hukum di dalam kitab-kitab tersebut, baik yang kita ketahui hikmahnya atau tidak. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

"Dan tidak pantas bagi seorang yang beriman laki-laki dan wanita, apabila Allah dan Rasul-Nya sudah menetapkan sebuah perkara, kemudian mereka memiliki pilihan yang lain di dalam urusan mereka. Dan barangsiapa yang memaksiati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh telah sesat dengan kesesatan yang nyata." (QS Al-Ahzab: 36)

Dan Allah berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

"Maka demi Rabb-mu, mereka tidak beriman sampai mereka menjadikan engkau wahai Muhammad sebagai hakim di dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak menemukan rasa berat di dalam hati-hati mereka terhadap apa yang engkau putuskan dan mereka menerima dengan sebenarnya." (QS An Nisa: 65)

Adapun hukum yang sudah dihapus, maka tidak boleh diamalkan, seperti Iddah 1 tahun penuh bagi wanita yang ditinggal mati suaminya sebagaimana di dalam surat Al-Baqarah ayat 240, maka telah dihapus dengan ayat 234 dari Surat Al-Baqarah yang isinya bahwa Masa ‘iddah wanita yang ditinggal mati suaminya adalah 4 bulan 10 hari.

Dan semua kitab yang terdahulu secara umum hukum-hukumnya telah dihapus dengan Al-Qur’an. Artinya, tidak boleh seorang pun baik jin maupun manusia mengamalkan hukum-hukum yang ada di dalam kitab-kitab sebelumnya, setelah datangnya Al-Qur’an. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا

"Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (yaitu Al-Qur’an) dengan haq yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan muhaymin kitab-kitab sebelumnya. Maka hendaklah engkau menghukumi diantara mereka dengan apa yang Allah turunkan. Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang datang kepadamu bagi masing-masing dari kalian telah kami jadikan syariat dan juga jalan." (QS Al-Maidah: 48)

Bahkan Nabi Musa sekalipun yang diturunkan kepadanya Taurat harus berhukum dengan Al-Qur’an, seandainya beliau masih hidup ketika Al-Qur’an turun. Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي

"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, seandainya Musa hidup, niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali mengikuti aku." (HR Ahmad dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh)

Oleh karena itu Nabi Isa ‘alayhissalām yang diturunkan kepadanya Injil di akhir zaman, ketika beliau turun akan berhukum dengan hukum Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Halaqoh 21 Silsilah Ilmiyah Beriman Kepada Kitab Allah: Membenarkan Kabar-Kabar Yang Shahih Di Dalam Kitab-Kitab Allāh

Membenarkan Kabar-Kabar Yang Shahih Di Dalam Kitab-Kitab Allāh

Diantara cara beriman dengan kitab-kitab Allah membenarkan kabar-kabar yang shahih di dalam kitab-kitab tersebut. Seperti kabar-kabar di dalam Al-Qur’an dan kabar-kabar yang ada di dalam kitab-kitab sebelumnya yang belum diubah. Maksudnya, wajib bagi orang yang beriman membenarkan kabar-kabar yang ada di dalam Al-Qur’an seperti: kisah-kisah umat terdahulu, kejadian-kejadian di hari kiamat, sifat-sifat surga dan neraka, dan lain-lain, dab membenarkan kabar-kabar yang ada di dalam kitab-kitab sebelumnya yang belum diubah. Dan barangsiapa yang mengingkarinya atau meragukannya maka sungguh dia telah kafir.

Adapun kabar-kabar yang ada di dalam kitab Taurat dan Injil setelah terjadi perubahan pada sebagian isinya maka kabar-kabar tersebut ada 3 macam:

Pertama kabar yang datang pembenarannya di dalam agama Islam. Maka wajib bagi kita beriman dan membenarkannya, seperti kabar bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari, maka ini ada di dalam Perjanjian Lama Keluaran Pasal 31 Ayat 17. Dan Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an di dalam firman-Nya,

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ

"Sesungguhnya Rabb kalian Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari." (QS Al-A’raf: 54)

yang kedua adalah kabar yang datang pengingkarannya di dalam agama Islam. Maka wajib bagi kita mendustakannya dan menolaknya, seperti kabar di dalam kitab Taurat yang berisi sifat yang tidak layak bagi Allah dan sifat yang tidak layak bagi sebagian nabi, sebagaimana telah berlalu penjelasannya.

Yang ketiga, kabar yang tidak ada pengingkaran maupun pembenarannya di dalam agama Islam. Maka kita tidak membenarkan dan tidak mendustakan seperti sebagian perincian yang ada di dalam Taurat yang sekarang, terhadap kisah-kisah yang asalnya ada di dalam Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan di dalam Kejadian Pasal 7 ayat 17 bahwa banjir besar di zaman Nabi Nuh ‘alayhissalām terjadi selama 40 hari. Dan perincian ini tidak disebutkan di dalam agama kita. Kita tidak membenarkan karena mungkin itu termasuk yang ditambah dan diubah dan kita tidak mendustakan karena mungkin itu termasuk wahyu. Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم ، وقولوا : آمنا بالله وما أنزل إلينا

"Janganlah kalian membenarkan Ahlul Kitab dan janganlah kalian mendustakan mereka, akan tetapi katakanlah ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami’." (HR Bukhari)

Halaqoh 20 Silsilah Ilmiyah Beriman Kepada Kitab Allah: Kitab Al Qurān Bagian 06 Dari 06

Kitab Al Qurān Bagian 06 Dari 06

Diantara Hak-hak Al-Qur’an yang ketiga adalah Mentadabburinya. Allah telah menurunkan Al-Qur’an untuk dimengerti maknanya dan ditadabburi. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

"Kitab yang Kami turunkan kepadamu berbarakah supaya mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang berakal mengingat." (Surat Sad: 29)

Orang yang tidak mentadabburi Al-Qur’an maka ini menunjukkan kekesatan hati. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

"Apakah mereka tidak mentadaburi Al-Qur’an, ataukah di dalam hati-hati tersebut ada kunci-kuncinya." [Surat Muhammad 24]

Semakin seseorang banyak mentadaburi Al-Qur’an dan memahami maknanya maka akan semakin bertambah keimanannya, keyakinannya, dan kedekatannya kepada Allah. Semakin yakin tentang kebenaran agama ini dan semakin yakin bahwa Al-Qur’an adalah dari Allah Ta’ala.

Oleh karena itu seyogyanya seorang muslim dan muslimah mempelajari bahasa Arab yang dengannya dia bisa memahami Al-Qur’an dan meluangkan waktunya untuk memikirkan dan mentadabburi ayat-ayat Allah, membaca tafsir-tafsir Al-Qur’an yang sesuai dengan akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti Tafsir Muyyasar yang diterbitkan Kompleks Percetakan Al-Qur’an Raja Fahd di Madinah dan ini adalah Tafsir yang ringkas, Tafsir Ibnu Katsir untuk tafsir yang agak luas dan mengikuti kajian-kajian yang membahas tentang Tafsir Al-Qur’an dengan pemahaman yang benar, pemahaman para sahabat dan para salaf.

Dan Apabila seseorang ingin membaca terjemah Al-Qur’an di dalam bahasa Indonesia maka hendaklah dia berusaha untuk memilih terjemah yang paling bagus yang sesuai dengan pemahaman yang benar, seperti terjemah Al-Qur’an dalam bahasa Indonesia yang dicetak oleh Kompleks percetakan Al-Qur’an Raja Fahd di kota Madinah. Dan perlu dia mengetahui bahwasanya tidak ada terjemah yang tidak memiliki kekurangan karena terjemah adalah amalan manusia.

Diantara hak-hak Al-Qur’an yang keempat adalah Mengamalkannya. Al-Qur’an tidaklah diturunkan hanya sekedar dibaca dengan tartil dan tajwid, dihafal, dan ditadabburi, akan tetapi juga diamalkan, dilaksanakan perintahnya, dijauhi larangannya, dibenarkan kabar-kabarnya, baik di dalam masalah akidah, ibadah, akhlaq, muamalah dan lain-lain. Dahulu, para sahabat radhiyallāhu ‘anhum selain membaca Al-Qur’an dan mengilmui, mereka juga mengamalkan. Berkata ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallāhu ‘anhu,

كَانَ الرَّجُلُ مِنَّا إِذَا تَعَلَّمَ عَشْرَ آيَاتٍ لَمْ يُجَاوِزْهُنَّ حَتَّى يَعْرِفَ مَعَانِيَهُنَّ وَالْعَمَلَ بِهِنَّ

"Dahulu seseorang dari kalangan kami (yaitu para sahabat) apabila mempelajari 10 ayat maka dia tidak meninggalkannya sehingga mempelajari maknanya dan beramal dengannya."

Kalau kita tidak mengamalkan Al-Qur’an maka Al-Qur’an bisa menjadi hujjah atas kita. Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

"Dan Al-Qur’an menjadi hujjah untukmu atau atasmu." (HR Muslim)

Menjadi hujjah untukmu yaitu apabila kita amalkan maka bisa bermanfaat bagi kita di hari kiamat. Menjadi hujjah atasmu yaitu apabila tidak kita amalkan maka akan memudharati kita di hari kiamat.

Kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang memiliki perhatian yang besar terhadap Al-Qur’an, baik membaca dengan tartil, menghafal, memuraja’ah, mentadabburi, maupun mengamalkannya.

Halaqoh 19 Silsilah Ilmiyah Beriman Kepada Kitab Allah: Kitab Al Qurān Bagian 05 Dari 06

Kitab Al Qurān Bagian 05 Dari 06

Sebagian nama-nama dan sifat-sifat Al-Qur’an yang telah berlalu menunjukkan tentang kedudukan dan keutamaan Al-Qur’an. Oleh karena itu hendaklah seorang Muslim bersyukur kepada Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an kepada kita. Dan diantara cara bersyukurnya adalah menunaikan hak-hak Al-Qur’an.

Dan diantara hak-hak Al-Qur’an yang pertama adalah membacanya dengan Tartil. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا

"Dan hendaklah engkau mentartil Al-Qur’an dengan sebenar-benar tartil." (QS Al-Muzzammil: 4)

Mentartil artinya membaca dengan pelan dan membaca huruf-hurufnya dengan baik dan dengan memperhatikan tempat-tempat wakaf (berhentinya) dan panjang pendeknya, sebagaimana dahulu Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam membacanya. Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ ‏‏فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ

"Orang yang mahir membaca Al-Qur’an bersama malaikat-malaikat yang mulia lagi baik. Dan orang yang membaca Al-Qur’an sedangkan dia masih terbata-bata ketika membacanya dan susah baginya maka dia mendapatkan dua pahala." (HR Bukhari dan Muslim)

Dua pahala tersebut maksudnya adalah pahala membaca Al-Qur’an dan pahala kesulitan yang dia alami.

Hendaknya seorang Muslim dan Muslimah mempelajari ilmu tajwid dari seorang guru yang mumpuni dengan niat supaya bisa membaca Al-Qur’an tersebut sebagaimana dibaca oleh Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan mempraktekkannya dengan sering membaca Al-Qur’an sehingga semakin mahir dia di dalam membaca Al-Qur’an. Dan di dalam sebuah hadits Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya." (HR Bukhari)

Dan diantara hak Al-Qur’an yang kedua adalah Menghafalnya. Menghafal seluruh Al-Qur’an bukanlah sebuah fardhu ‘ain bagi seorang Muslim, yang wajib adalah menghafal yang dengannya sah shalatnya. Namun, tentunya sebuah kemuliaan tersendiri bagi seorang Muslim dan Muslimah ketika Allah memilih qalbunya diantara sekian banyak qalbu untuk menghafal Al-Qur’an Kalamullah Rabbul ‘alamin, membacanya kapan dia kehendaki. Dan semakin banyak dia menghafal tentunya semakin utama. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا الظَّالِمُونَ

"Bahkan dia adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada-dada orang-orang yang diberi ilmu dan tidak mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim." (QS Al-‘Ankabut: 49)

Dan hendaklah seorang yang menghafal Al-Qur’an memuraja’ah (mengulang-ulang terus) apa yang sudah dia hafal. Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

تَعَاهَدُوْا هَذَا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنَ اْلإِبِلِ فِي عُقُلِهَا

"Hendaklah kalian mengulang-ulang Al-Qur’an, maka demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya sungguh Al-Qur’an lebih mudah terlepas (yaitu dari qalbu seseorang) daripada terlepasnya unta dari ikatannya." (HR Muslim)

Selain itu, hendaknya orang yang menghafal Al-Qur’an memperdengarkannya di hadapan Syaikh yang mumpuni dan meninggalkan kemaksiatan karena kemaksiatan dengan berbagai bentuknya memperburuk dan mempersulit hafalan Al-Qur’an.