Kamis, 25 Juli 2019

Pengagungan Terhadap Ilmu

Pengagungan Terhadap 'Ilmu

Telah berkata Asy-Syaikh Dr. Shalih bin 'Abdillah bin Hamad Al-'Ushoimi rohimahullah dalam muqoddimah kitab beliau Khulashoh Ta'zhimul 'Ilmi bahwa banyak atau sedikitnya ilmu seseorang sesuai dengan pengagungannya terhadap ilmu itu sendiri. Barang siapa yang hatinya penuh dengan pengagungan terhadap ilmu maka hati itu pantas menjadi tempat ilmu tersebut; sebaliknya, barang siapa yang berkurang pengagungannya terhadap ilmu maka semakin berkurang bagiannya (ilmunya).

Beliau juga menyebutkan 20 (dua puluh) perkara yang merupakan bentuk pengagungan terhadap ilmu.

Dua Puluh Perkara yang Merupakan Bentuk Pengagungan terhadap Ilmu

  1. Membersihkan tempat ilmu - yaitu hati - dari syahwat dan syubhat.
  2. Apa bila hati kita bersih maka ilmu akan berkenan masuk. Semakin bersih hati, semakin mudah menerima ilmu tersebut. Hal yang mengotori hati sehingga ilmu sulit masuk adalah kotoran syahwat dan kotoran syubhat. Dari Abu Barzah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

    ِإِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى

    Artinya: "Sungguh yang sangat aku takutkan dari kalian adalah syahwat keji dari perut, dan kemaluan kalian, serta hawa nafsu yang menyesatkan." -- (HR. Ahmad)

    Bagaimana membersihkan hati dari syahwat dan syubhat, kami sarankan anda membaca artikel Membersihkan Hati Dari Fitnah Syahwat Dan Fitnah Syubhat

  3. Mengikhlashkan niat
  4. Di antara bentuk pengagungan ilmu adalah mengikhlashkan niat dalam menuntutnya karena Allah. Niat yang ikhlash di dalam menuntut ilmu adalah apabila niat itu:


    (1) untuk mengangkat kebodohan dari diri sendiri.
    (2) untuk mengangkat kebodohan dari orang lain.
    (3) untuk menghidupkan ilmu dan menjaganya supaya tidak punah.
    (4) untuk mengamalkan ilmu.

    Untuk lebih dalam mengenai kiat-kiat mengikhlashkan niat dalam menuntut ilmu, kami menyarankan artikel berikut:


    - Agar Aku Sukses Menuntut Ilmu : #2 Ikhlaskan Niatmu
    - Tanda Ikhlas dalam Menuntut Ilmu
  5. Mengumpulkan tekad (bersemangat) untuk menuntut ilmu, meminta pertolongan kepada Allah dan tidak merasa lemah.
  6. Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda:

    احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ

    Artinya: "... bersemangatlah kamu terhadap apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu merasa lemah..." -- (HR. Muslim No. 2664, Ahmad No. 8436 dan 8473, dan Ibnu Majah No. 76 dan No. 4168)

    Untuk lebih dalam tentang bersemangat dalam menuntut ilmu, silakan baca artikel berikut:


    - Video: Ustadz Firanda Andirja - Bersemangat dalam Menuntut Ilmu – Bag I
    - Semangat Para Ulama Salaf Dalam Menuntut Ilmu
    - Kiat Agar Semangat Tidak Kendor dalam Belajar Islam
    - Tips Agar Semangat Menuntut Ilmu
  7. Memusatkan semangat untuk mempelajari Al-Qur'an dan Al-Hadist
  8. Menempuh jalan yang benar dalam menuntut ilmu
  9. Orang yang salah cara dalam menuntut ilmu tidak akan mendapatkan keinginannya, atau hanya mendapatkan hanya sedikit ilmu dengan rasa lelah yang sangat besar. Cara yang benar dalam mempelajari suatu cabang ilmu adalah:


    1. menghafal sebuah matan kitab yang menyeluruh. Dan dia mengumpulkan perkara-perkara yang rojih (dikuatkan) menurut para ulama di bidang tersebut.
    2. mempelajari ilmu tersebut dari seseorang yang ahli, yang bisa dijadikan teladan dan dia mampu mengajar.
  10. Mendahulukan ilmu yang paling penting kemudian yang setelahnya dan yang setelahnya.
  11. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang berkaitan dengan cara ibadah seseorang kepada Allah, seperti ilmu aqidah, tata cara wudhu' tata cara shalat dan lain-lain.

  12. Bersegera untuk mendapat ilmu dan memanfaatkan waktu muda
  13. Berkata Al-Hasan Al-Basri rohimahulloh:

    العلم في الصغر كالنقش في الحجر

    Artinya: "Menuntu ilmu di waktu kecil seperti mengukir di batu."

  14. Pelan-pelan dalam menuntut ilmu
  15. Menuntut ilmu lebih baik dengan menghafal kitab-kitab yang ringkas terlebih dahulu.

  16. Sabar dalam menuntut ilmu dan dalam menyampaikan ilmu.
  17. Menghafal, memahami, menghadiri majelis ilmu membutuhkan kesabaran. Demikian pula menjaga hak seorang guru membutuhkan kesabaran. Berkata Yahya Ibn Abi Katsir:

    ولا يستطاع العلم براحة الجسد

    Artinya: "Tidak didapatkan ilmu dari tubuh yang berleha-leha (santai)."

    Demikian pula menyampaikan dan mengajarkan ilmu, duduk bersama para penuntut ilmu, memahamkan mereka, menghadapi kesalahan-kesalahan mereka membutuhkan kesabaran.

  18. Memeperhatikan adab-adab menuntut ilmu
  19. Ilmu yang bermanfaat didapatkan dengan memperhatikan adab-adab. Adab-adab tersebut mencakup adab terhadap diri di dalam pelajaran, adab terhadap guru dan teman dan lain-lain. Orang yang beradab dalam ilmu berarti dia mengagungkan ilmu. Maka dia dipandang sebagai orang yang berhak mendapatkan ilmu tersebut. Adapun orang yang tidak beradab dikuatirkan ilmu akan sia-sia bila disampaikan kepadanya. Berkata Ibn Sirin:

    كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم

    Artinya: "Dahulu mereka (para 'ulama) mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu."

    Bahkan sebagian salaf mendahulukan mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu. Dan banyak di antara penuntut ilmu yang tidak mendapatkan ilmu karena mereka tidak memperhatikan adab.

  20. Menjaga ilmu dari apa-apa yang menjelekkannya
  21. Hendaknya seorang penuntut ilmu menjaga wibawanya karena jika dia melakukan sesuatu yang merusak wibawanya sebagai seorang penuntu ilmu berarti dia telah merendahkan ilmu, seperti banyak menoleh di jalan dan berteman akrab dengan orang-orang fasiq dan lain-lain.

  22. Memilih teman yang sholeh
  23. Seorang penuntut ilmu perlu teman yang membantu untuk mendapatkan ilmu dan teman yang bersungguh-sungguh. Teman yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang tidak baik. Rosulullah ﷺ bersabda:

    الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

    Artinya: "Seseorang berada di atas agama teman akrabnya maka hendaklah seseorang dari kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman akrab." -- (Hadist hasan diriwayatkan oleh Abu Daud [No. 4833] dan Tirmidzi [No. 2378])

  24. Berusaha keras dalam menghafal ilmu, bermudzakaroh dan bertanya
  25. Belajar dari seorang guru tidak banyak manfaatnya jika tidak menghafal, bermudzakaroh dan bertanya. Menghafal berkaitan dengan diri sendiri. Bermudzakaroh berarti mengulangi kembali bersama teman. Bertanya maksudnya adalah bertanya kepada guru. Berkata Syaikh Utsaimin rohimahullah:

    حَفِظْنَا قَلِيْلًا وَقَرَأْنَا كَثِيْرًا فَنْتَفَعْنَا مِمَّا حَفِظْنَا أَكْثَرَ مِنْ انْتِفَاعِنَا مِمَّا قَرَأْنَا

    Artinya: "Kami sedikit menghafal dan banyak membaca maka kami mendapat manfaat lebih banyak dari apa yang kami hafal daripada manfaat dari apa yang kami baca."

    Dan dengan mudzakaroh akan hidup ilmu di dalam jiwa. Dan dengan bertanya akan terbuka perbendaharaan ilmu.

  26. Menghormati ahli ilmu
  27. Rosulullah ﷺ bersabda:

    لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

    Artinya: "Bukan termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda dan tidak pula mengerti hak seorang alim." -- (Hadist hasan diriwayatkan oleh Imam Ahmad [No. 21693] di dalam musnad beliau.)

    Maka seorang murid harus memiliki rasa tawadhu' terhadap gurunya, menghadap kepadanya dan tidak menoleh, menjaga adab berbicara, tidak berlebihan dalam memujinya, mendo'akannya, mengucapkan terimakasih kepadanya atas pengajarannya, menampakkan rasa butuh terhadap ilmunya, tidak menyakitinya dengan ucapan dan perbuatan, serta berlemah lembut ketika mengingatkan kesalahannya.

    Ada enam perkara yang harus dia jaga ketika melihat kesalahan seorang guru:


    (1) Meneliti terlebih dahulu apakah benar kesalahan tersebut keluar dari seorang guru.
    (2) Meneliti apakah itu memang sebuah kesalahan, dan ini adalah tugas seorang ahlul'ilmi,
    (3) Tidak boleh mengikuti kesalahan tersebut.
    (4) Memberikan udzur kepada guru dengan alasan yang benar.
    (5) Memberikan nasihat secara lembut dan rahasia.
    (6) Menjaga kehormatan seorang guru dihadapan kaum muslimin yang lain.
  28. Mengembalikan sebuah permasalahan kepada Ahlinya
  29. Seorang yang mengagungkan ilmu mengembalikan sebuah permasalahan kepada ahli ilmu dan tidak memaksakan dirinya atas sesuatu yang dia tidak mampu karena dikuatirkan takut berbicara tanpa ilmu khususnya peristiwa-peristiwa yang besar yang berkaitan dengan urusan umat dan urusan orang banyak. Mereka (para ulama) memiliki ilmu dan pengalaman. Maka hendaknya kita berhusnuzhonn kepada mereka. Dan apabila ulama berselisih maka lebih hati-hatinya seseorang memilih pendapat mayoritas mereka.

  30. Menghormati majelis ilmu dan kitab
  31. Hendaklah beradab di dalam majelis, melihat kepada gurunya dan tidak menoleh tanpa keperluan, tidak banyak bergerak dan memainkan tangan dan kakinya, tidak bersandar di hadapan seorang guru, tidak bersandar dengan tangannya, tidak berbicara dengan orang yang berada disampingnya, dan apabila bersin berusaha untuk merendahkan suaranya, apabila menguap berusaha meredamnya.

    Dan hendaknya juga menjaga kitab dan memuliakannya, tidak menjadikan kitab sebagai tempat penyimpanan barang-barang, tidak bersandar di atas kitab, tidak meletakkan kitab di kakinya, dan jika membaca kitab di hadapan seorang guru hendaklah dia mengangkat kitab tersebut dan tidak meletakkannya di tanah.

  32. Membela ilmu dan menolongnya
  33. Ilmu memiliki kehormatan yang mengharuskan penuntut dan ahlinya untuk membela dan menolongnya bila ada yang berusaha merusaknya. Oleh karena itu, para ulama membantah orang yang menyimpang bila jelas penyimpangannya dari syariat siapapun dia. Yang demikian untuk menjaga agama dan menasihati kaum muslimin. Mereka memboikot seorang mubtadi' (orang yang membuat bid'ah dalam agama), tidak mengambil ilmu dari mereka kecuali dalam keadaan terpaksa dan lain-lain. Semua itu dilakukan untuk menjaga ilmu dan membelanya.

  34. Berhati-hati dalam bertanya kepada para ulama
  35. Seorang penuntut ilmu hendaknya memperhatikan empat perkara di dalam bertanya:


    (1) Bertanya untuk belajar, bukan untuk mengeyel. Karena orang yang niatnya tidak baik dalam bertanya akan dijauhkan dari berkah ilmu itu sendiri.
    (2) Bertanya tentang sesuatu yang bermanfaat
    (3) Memperhatikan kondisi gurunya. Tidak bertanya kepada guru apabila guru dalam keadaan tidak kondusif untuk menjawab pertanyaan.
    (4) Memperbaiki cara bertanya. Seperti menggunakan kata-kata yang baik, mendoakan guru sebelum bertanya, mengunakan panggilang penghormatan, dan lain-lain.
  36. Cinta yang sangat kepada ilmu
  37. Tidak mungkin seseorang mencapai derajat ilmu, kecuali apabila kelezatan dia yang paling besar ada di dalam ilmu. Kelezatan ilmu bisa didapatkan dengan tiga perkara:


    (1) Mengeluarkan segenap tenaganya dan kesungguhannya untuk belajar.
    (2) Kejujuran di dalam belajar.
    (3) Keikhlasan niat.
  38. Menjaga waktu di dalam ilmu
  39. Seorang penuntut ilmu tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun, menggunakan waktu untuk ibadah, dan mendahulukan yang afdhol di antara amalan-amalan. Sebagian salaf dahulu ada yang muridnya membacakan kitab kepadanya sedangkan dia (guru) dalam keadaan makan. Yang demikian adalah untuk menjaga waktunya agar tidak tersia-sia dalam menuntut ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar