At-Tathoyyur
At-Tathoyyur adalah merasa bernasib sial karena melihat atau mendengar kejadian tertentu, seperti meilhat tabrakan, atau orang berkelahi, atau yang semisalnya, kemudian hal tersebut menyebabkan dia tidak jadi melaksanakan hajatnya, seperti bepergian, berdagang, dan lain-lain. At-Tathoyyur termasuk syirik kecil apabila perasaan tersebut diikuti. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
Artinya: "Barang siapa yang At-Thiyaroh menyebabkannya tidak jadi melakukan hajatnya, maka dia telah berbuat syirik." --(HR. Ahmad No. 6748)
Perasaan ini sebenarnya tidak akan mempengaruhi takdir sebagaimana hal ini dinafikan dan diingkari oleh Rasulullah ﷺ. Beliau ﷺ bersabda:
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ
Artinya: "Tidak ada 'adwa (anggapan penyakit menular), dan tidak ada thiyaroh (anggapan sial), dan tidak ada hammah (reinkarnasi), dan tidak ada shofar (anggapan keramat bulan shofar)" --(HR. Bukhori No. 5757, Muslim No. 2220 dan Abu Daud No. 3911)
Maksudnya thiyaroh ini hanyalah sebuah perasaan saja yang tidak akan berpengaruh terhadap takdir Allah. Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh mengikuti waswas setan ini dan hendaknya dia memiliki keyakinan yang kuat bahwa semua yang terjadi dipermukaan bumi berupa kebaikan dan keburukan merupakan takdir Allah subhanahu wa ta'ala semata. Seorang mu'min hendaknya yakin bahwa tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Allah subhanahu wa ta'ala dan tidak ada yang melindungi dari keburukan kecuali Allah subhanahu wa ta'ala, hanya bertawakal kepada Allah semata, dan berbaik sangka kepada Allah. Apabila datang perasaan waswas tersebut maka hendaknya segera dihilangkan dengan tawakal dan tetaplah dia melaksanakan hajatnya, dan apa yang terjadi setelah itu adalah takdir Allah subhanahu wa ta'ala semata.
Adapun At-Tafa-ul maka diperbolehkan dalam agama kita. Tafa-ul adalah berbaik sangka kepada Allah karena melihat atau mendengar sesuatu. Dahulu Nabi ﷺ sering bertafa-ul seperti ketika terjadi Perjanjian Hudaybiyah. Dimana utusan Quraisy saat itu bernama Suhail. Kata Suhail adalah bentuk pengecilan dari kata "sahl" yang artinya "mudah". Maka Bilau pun berbaik sangka kepada Allah bahwa perjanjian ini akan membawa kemudahan dan kebaikan bagi umat Islam, kemudian benarlah persangkaan beliau ﷺ. Allah subhanahu wa ta'ala setelah itu membuka pintu-pintu kemudahan bagi umat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar