Rabu, 31 Juli 2019

Membersihkan Hati dari Fitnah Syubhat dan Fitnah Syahwat

Membersihkan Hati dari Fitnah Syubhat dan Syahwat

Penghalang seseorang dari mendapat ilmu dan hidayah adalah kotornya hati akibat fitnah syubhat dan syahwat. Oleh karena itu agar ilmu mudah masuk dan hidayah dapat menetap di hati seseorang, maka ia perlu membersihkan tempat ilmu, yaitu hati, dari kotoran syubhat dan syahwat. Jika hati bersih dari syubhat dan syahwat, maka ilmu dan hidayah akan mudah masuk dan pantas untuk menetap di dalamnya. Sedangkan, jika hati terfitnah oleh syubhat dan syahwat, maka dia tidak dapat menerima ilmu, bahkan pada tingkatan yang lebih parah, syubhat dan syahwat bisa merusak amal dan ilmu seseorang. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى

Artinya: "Sungguh yang sangat aku takutkan dari kalian adalah syahwat keji dari perut, dan kemaluan kalian, serta hawa nafsu yang menyesatkan." -- (HR. Ahmad)

Maka kata-kata "syahwat keji dari perut dan kemaluan kalian" yang dimaksud oleh Rasulullah ﷺ adalah fitmah syahwat, sedangkan yang Beliau maksud dengan "hawa nafsu yang menyesatkan" adalah fitnah syubhat. Berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ tersebut kita mengetahui bahwa syubhat adalah kekurangan ilmu atau kerusakan ilmu, pemahaman, dan keyakinan yang membuat seseorang tersesat dalam beragama, sedangkan syahwat adalah dorongan untuk melakukan pelanggaran demi kepuasan nafsu yang bersifat keduniaan.

Karakteristik Fitnah Syubhat dan Syahwat

Fitnah Syubhat

Syubhat artinya samar, kabur, atau tidak jelas. Penyebabnya adalah lemahnya bashiroh (wawasan) dan kurangnya ilmu. Gejala-gejala (ciri-ciri) bahwa seseorang terkena fitnah syubhat adalah rusaknya pemahaman, ilmu dan keyakinannya. Akarnya adalah karena mengutamanakan ra'yu di atas syariat (dalil). Sehingga dampaknya adalah kesulitan dalam membedakan antara yang ma'ruf dan yang munkar, antara tauhid dan syirik, antara yang haq dan yang bathil, antara yang sunnah dan yang bid'ah. Hasil akhirnya adalah keraguan, bid'ah, nifaq, dan kekafiran tergantung tingkat kerusakan pemahamannya.

Fitnah Syahwat

Syahwat artinya selera, nafsu, keinginan, atau kecintaan. Penyebab untama penyakit syahwat adalah kecintaan yang berlebihan terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Gejalanya adalah mengikuti apa-apa yang disenangi oleh hati/nafsu sehingga keluar dari batasan syari’at. Akarnya adalah karena mengutamakan hawa nafsu di atas akal sehat. Dampaknya adalah kerusakan niat (hilangnya keikhlasan), rusaknya kehendak dan rusaknya amal(cenderung bermaksiat). Bentuk penyakit syahwat ini misalnya: rakus terhadap harta, tamak terhadap kekuasaan, ingin populer, mencari pujian, suka perkara-perkara keji, zina, dan berbagai kemaksiatan lainnya.

Pokok dari Segala Fitnah

Al-Imam Ibnu Qayim Al Jauziyyah rahimahullah berkata:

"Dan pokok dari segala fitnah hanya terjadi dengan jalan mengutamakan ra’yu (pikiran) atas syariat, dan mengutamakan hawa nafsu dari pada mengikuti akal sehat. Maka yang pertama merupakan pokok fitnah syubhat, dan yang kedua pokok fitnah syahwat."

Manakah yang Lebih Parah: Fitnah Fitnah Syubhat atau Finah Syahwat?

Al-Imam Ibnu Qayim Al Jauziyyah rahimahullah berkata dalam kitabnya Ighatsatul Lahafan:

Fitnah itu dua macam: fitnah syubhat dan fitnah syahwat. Fitnah syubhat lebih besar bahayanya dari yang kedua. Maka fitnah syubhat ini terjadi disebabkan lemahnya bashirah dan sedikitnya ilmu. Apalagi kalau dibarengi rusaknya niat, dan berperannya hawa nafsu maka akan timbul fitnah yang lebih besar dan musibah yang lebih berat, maka katakanlah sekehendakmu mengenai kesesatan yang ditimbulkan buruknya niat, pengendalinya hawa nafsu bukannya hidayah, disertai bashirahnya yang lemah dan sedikit ilmunya mengenai apa-apa yang Allah utus RasulNya dengannya, maka dia itu termasuk orang-orang yang Allah sebut mengenai mereka:

إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ

Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka.” --(An-Najm/53 : 23)

Dengan demikian, jika diurutkan dari yang paling ringan hingga yang terberat adalah: (1) fitnah syahwat, (2) fitnah syubhat, dan (3) fitnah syubhat yang diiringi dengan syahwat.

Bentuk-Bentuk Fitnah Syubhat

  1. Kekafiran
  2. Fitnah syubhat yang terbesar dan terparah adalah kekafiran. Karena sesungguhnya orang-orang kafir itu berada di dalam kesesatan tetapi mereka menyangka berada di atas kebenaran dan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman:

    قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا {103} الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا {104} أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا {105}

    Artinya: "Katakanlah:”Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat." --(Al-Kahfi : 103-105)

  3. Kemunafikan (Nifaq)
  4. Kemunafikan adalah bentuk fitnah syubhat yang terparah kedua. Kemunafikan disebabkan oleh penyakit ragu-ragu di dalam hati seseorang yang ditimpa fitnah syubhat. Allah berfirman:

    فِي قُلُوبِهِم مَّرَضُُ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذّابٌ أَلِيمُ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ {10} وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفسِدُوا فِي اْلأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ {11}

    Artinya: "Di dalam hati mereka (orang-orang munafik) ada penyakit (syubhat dan ragu-ragu) kemudian Allah menambahkan penyakit itu (syubha dan ragu-ragu). dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.”" --(Al-Baqoroh : 10-11)

  5. Bid'ah dan Mengikuti Hawa Nafsu
  6. Di antara bentuk fitnah syubhat yang lain adalah fitnah bid’ah dan mengikuti hawa-nafsu. Fitnah ini menyebabkan umat terpecah-belah menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan.

    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ زَادَ ابْنُ يَحْيَى وَعَمْرٌو فِي حَدِيثَيْهِمَا وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ لِصَاحِبِهِ وَقَالَ عَمْرٌو الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ

    Ketahuilah, sesungguhnya Ahlul Kitab sebelum kamu telah berpecah-belah menjadi 72 agama. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-belah menjadi 73 agama. 72 di dalam neraka, dan sati di dalam sorga, yaitu Al-Jama’ah. (Di dalam hadits Ibnu ‘Amr dan Yahya ada tambahan:) Dan sesungguhnya akan muncul beberapa kaum dari kalangan umatku yang hawa-nafsu menjalar pada mereka sebagaimana virus rabies menjalar pada tubuh penderitanya. Tidak tersisa satu urat dan persendian kecuali sudah dijalarinya. [HR. Abu Dawud, Ahmad, Darimi, Ibnu Abi Ashim. Al-Hakim, dan lainnya. Dishahihkan oleh Al-Hakim, disetujui Adz-Dzahabi, juga Syeikh Al-Albani di dalam Dzilalul Jannah I/7]

    Bentuk-Bentuk Fitnah Syahwat

    Bentuk-bentuk fitnah syahwat telah terangkum di dalam firman Allah:

    زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ

    Artinya: "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." --(Ali Imran :14)

    Maka fitnah syahwat antara lain:

    1. Fitnah Wanita
    2. Inilah fitnah pertama dan terbesar serta paling berbahaya bagi laki-laki. Rasulullah sudah memperingatkan hal ini di dalam sabda beliau:

      مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

      Artinya: "Tidaklah aku meninggalkan suatu fitnah setelahku yang lebih dahsyat bagi kaum laki-laki melebihi fitnah wanita." --(HR. Bukhari no. 5096, Muslim no. 2740)

    3. Fitnah Anak
    4. Allah memperingatkan orang-orang yang beriman dari fitnah anak dalam firman-Nya:

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ. إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

      Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar." --(At-Taghobun : 14-15)

    5. Fitnah Perlombaan Mengejar Dunia dan Harta
    6. Rasulullah bersabda:

      فَوَاللَّهِ لَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ

      Artinya: "Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kamu. Tetapi aku khawatir atas kamu jika dunia dihamparkan atas kamu sebagaimana telah dihamparkan atas orang-orang sebelum kamu, kemudian kamu akan saling berlomba (meraih dunia) sebagaimana mereka saling berlomba (meraih dunia), kemudian dunia itu akan membinasakan kamu, sebagaimana telah membinasakan mereka." --(Hadist riwayat Bukhori no. 3158, Muslim no. 2961, dan yang lainnya.)

    7. Fitnah Asy-Syaraf (kemuliaan, kedudukan, kehormatan, gengsi)
    8. Rasulullah bersabda:

      مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ أَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ

      Artinya: "Tidaklah dua srigala lapar yang dilepas pada seekor kambing lebih merusakkannya daripada ketamakan seseorang terhadap harta dan kehormatan (yang merusakkan) agamanya." --(Hadist riwayat Ahmad no. 15224, Tirmidzi no. 2376)

    Menolak Fitnah Syahwat dan Fitnah Syubhat

    Al-Imam Ibnu Qayim Al Jauziyyah rahimahullah berkata: "Maka dengan kesempurnaan akal dan kesabaran, fitnah syahwat dapat dilawan, dan dengan kesempurnaan ilmu dan keyakinan, fitnah syubhat dapat dilawan. Wallahul musta’an."

    Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

    وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ

    Artinya: Dan Kami jadikan di antara mereka (Bani Israil) itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. --(As Sajdah:24)

    Ini menunjukkan bahwa dengan keyakinan dan kesabaran maka petunjuk (hidayah) akan datang dan menetap. Juga Allah berfirman:

    وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

    Artinya: "Dan mereka saling menasehati supaya mentaati kebenaran, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran." --(Al-'Ashr :3)

    Maka mereka perlu untuk saling menasehati supaya mentaati kebenaran yang menolak syubhat-syubhat, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran yang menghentikan syahwat-syahwat.

Kamis, 25 Juli 2019

Pengagungan Terhadap Ilmu

Pengagungan Terhadap 'Ilmu

Telah berkata Asy-Syaikh Dr. Shalih bin 'Abdillah bin Hamad Al-'Ushoimi rohimahullah dalam muqoddimah kitab beliau Khulashoh Ta'zhimul 'Ilmi bahwa banyak atau sedikitnya ilmu seseorang sesuai dengan pengagungannya terhadap ilmu itu sendiri. Barang siapa yang hatinya penuh dengan pengagungan terhadap ilmu maka hati itu pantas menjadi tempat ilmu tersebut; sebaliknya, barang siapa yang berkurang pengagungannya terhadap ilmu maka semakin berkurang bagiannya (ilmunya).

Beliau juga menyebutkan 20 (dua puluh) perkara yang merupakan bentuk pengagungan terhadap ilmu.

Dua Puluh Perkara yang Merupakan Bentuk Pengagungan terhadap Ilmu

  1. Membersihkan tempat ilmu - yaitu hati - dari syahwat dan syubhat.
  2. Apa bila hati kita bersih maka ilmu akan berkenan masuk. Semakin bersih hati, semakin mudah menerima ilmu tersebut. Hal yang mengotori hati sehingga ilmu sulit masuk adalah kotoran syahwat dan kotoran syubhat. Dari Abu Barzah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

    ِإِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى

    Artinya: "Sungguh yang sangat aku takutkan dari kalian adalah syahwat keji dari perut, dan kemaluan kalian, serta hawa nafsu yang menyesatkan." -- (HR. Ahmad)

    Bagaimana membersihkan hati dari syahwat dan syubhat, kami sarankan anda membaca artikel Membersihkan Hati Dari Fitnah Syahwat Dan Fitnah Syubhat

  3. Mengikhlashkan niat
  4. Di antara bentuk pengagungan ilmu adalah mengikhlashkan niat dalam menuntutnya karena Allah. Niat yang ikhlash di dalam menuntut ilmu adalah apabila niat itu:


    (1) untuk mengangkat kebodohan dari diri sendiri.
    (2) untuk mengangkat kebodohan dari orang lain.
    (3) untuk menghidupkan ilmu dan menjaganya supaya tidak punah.
    (4) untuk mengamalkan ilmu.

    Untuk lebih dalam mengenai kiat-kiat mengikhlashkan niat dalam menuntut ilmu, kami menyarankan artikel berikut:


    - Agar Aku Sukses Menuntut Ilmu : #2 Ikhlaskan Niatmu
    - Tanda Ikhlas dalam Menuntut Ilmu
  5. Mengumpulkan tekad (bersemangat) untuk menuntut ilmu, meminta pertolongan kepada Allah dan tidak merasa lemah.
  6. Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda:

    احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ

    Artinya: "... bersemangatlah kamu terhadap apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu merasa lemah..." -- (HR. Muslim No. 2664, Ahmad No. 8436 dan 8473, dan Ibnu Majah No. 76 dan No. 4168)

    Untuk lebih dalam tentang bersemangat dalam menuntut ilmu, silakan baca artikel berikut:


    - Video: Ustadz Firanda Andirja - Bersemangat dalam Menuntut Ilmu – Bag I
    - Semangat Para Ulama Salaf Dalam Menuntut Ilmu
    - Kiat Agar Semangat Tidak Kendor dalam Belajar Islam
    - Tips Agar Semangat Menuntut Ilmu
  7. Memusatkan semangat untuk mempelajari Al-Qur'an dan Al-Hadist
  8. Menempuh jalan yang benar dalam menuntut ilmu
  9. Orang yang salah cara dalam menuntut ilmu tidak akan mendapatkan keinginannya, atau hanya mendapatkan hanya sedikit ilmu dengan rasa lelah yang sangat besar. Cara yang benar dalam mempelajari suatu cabang ilmu adalah:


    1. menghafal sebuah matan kitab yang menyeluruh. Dan dia mengumpulkan perkara-perkara yang rojih (dikuatkan) menurut para ulama di bidang tersebut.
    2. mempelajari ilmu tersebut dari seseorang yang ahli, yang bisa dijadikan teladan dan dia mampu mengajar.
  10. Mendahulukan ilmu yang paling penting kemudian yang setelahnya dan yang setelahnya.
  11. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang berkaitan dengan cara ibadah seseorang kepada Allah, seperti ilmu aqidah, tata cara wudhu' tata cara shalat dan lain-lain.

  12. Bersegera untuk mendapat ilmu dan memanfaatkan waktu muda
  13. Berkata Al-Hasan Al-Basri rohimahulloh:

    العلم في الصغر كالنقش في الحجر

    Artinya: "Menuntu ilmu di waktu kecil seperti mengukir di batu."

  14. Pelan-pelan dalam menuntut ilmu
  15. Menuntut ilmu lebih baik dengan menghafal kitab-kitab yang ringkas terlebih dahulu.

  16. Sabar dalam menuntut ilmu dan dalam menyampaikan ilmu.
  17. Menghafal, memahami, menghadiri majelis ilmu membutuhkan kesabaran. Demikian pula menjaga hak seorang guru membutuhkan kesabaran. Berkata Yahya Ibn Abi Katsir:

    ولا يستطاع العلم براحة الجسد

    Artinya: "Tidak didapatkan ilmu dari tubuh yang berleha-leha (santai)."

    Demikian pula menyampaikan dan mengajarkan ilmu, duduk bersama para penuntut ilmu, memahamkan mereka, menghadapi kesalahan-kesalahan mereka membutuhkan kesabaran.

  18. Memeperhatikan adab-adab menuntut ilmu
  19. Ilmu yang bermanfaat didapatkan dengan memperhatikan adab-adab. Adab-adab tersebut mencakup adab terhadap diri di dalam pelajaran, adab terhadap guru dan teman dan lain-lain. Orang yang beradab dalam ilmu berarti dia mengagungkan ilmu. Maka dia dipandang sebagai orang yang berhak mendapatkan ilmu tersebut. Adapun orang yang tidak beradab dikuatirkan ilmu akan sia-sia bila disampaikan kepadanya. Berkata Ibn Sirin:

    كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم

    Artinya: "Dahulu mereka (para 'ulama) mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu."

    Bahkan sebagian salaf mendahulukan mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu. Dan banyak di antara penuntut ilmu yang tidak mendapatkan ilmu karena mereka tidak memperhatikan adab.

  20. Menjaga ilmu dari apa-apa yang menjelekkannya
  21. Hendaknya seorang penuntut ilmu menjaga wibawanya karena jika dia melakukan sesuatu yang merusak wibawanya sebagai seorang penuntu ilmu berarti dia telah merendahkan ilmu, seperti banyak menoleh di jalan dan berteman akrab dengan orang-orang fasiq dan lain-lain.

  22. Memilih teman yang sholeh
  23. Seorang penuntut ilmu perlu teman yang membantu untuk mendapatkan ilmu dan teman yang bersungguh-sungguh. Teman yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang tidak baik. Rosulullah ﷺ bersabda:

    الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

    Artinya: "Seseorang berada di atas agama teman akrabnya maka hendaklah seseorang dari kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman akrab." -- (Hadist hasan diriwayatkan oleh Abu Daud [No. 4833] dan Tirmidzi [No. 2378])

  24. Berusaha keras dalam menghafal ilmu, bermudzakaroh dan bertanya
  25. Belajar dari seorang guru tidak banyak manfaatnya jika tidak menghafal, bermudzakaroh dan bertanya. Menghafal berkaitan dengan diri sendiri. Bermudzakaroh berarti mengulangi kembali bersama teman. Bertanya maksudnya adalah bertanya kepada guru. Berkata Syaikh Utsaimin rohimahullah:

    حَفِظْنَا قَلِيْلًا وَقَرَأْنَا كَثِيْرًا فَنْتَفَعْنَا مِمَّا حَفِظْنَا أَكْثَرَ مِنْ انْتِفَاعِنَا مِمَّا قَرَأْنَا

    Artinya: "Kami sedikit menghafal dan banyak membaca maka kami mendapat manfaat lebih banyak dari apa yang kami hafal daripada manfaat dari apa yang kami baca."

    Dan dengan mudzakaroh akan hidup ilmu di dalam jiwa. Dan dengan bertanya akan terbuka perbendaharaan ilmu.

  26. Menghormati ahli ilmu
  27. Rosulullah ﷺ bersabda:

    لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

    Artinya: "Bukan termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda dan tidak pula mengerti hak seorang alim." -- (Hadist hasan diriwayatkan oleh Imam Ahmad [No. 21693] di dalam musnad beliau.)

    Maka seorang murid harus memiliki rasa tawadhu' terhadap gurunya, menghadap kepadanya dan tidak menoleh, menjaga adab berbicara, tidak berlebihan dalam memujinya, mendo'akannya, mengucapkan terimakasih kepadanya atas pengajarannya, menampakkan rasa butuh terhadap ilmunya, tidak menyakitinya dengan ucapan dan perbuatan, serta berlemah lembut ketika mengingatkan kesalahannya.

    Ada enam perkara yang harus dia jaga ketika melihat kesalahan seorang guru:


    (1) Meneliti terlebih dahulu apakah benar kesalahan tersebut keluar dari seorang guru.
    (2) Meneliti apakah itu memang sebuah kesalahan, dan ini adalah tugas seorang ahlul'ilmi,
    (3) Tidak boleh mengikuti kesalahan tersebut.
    (4) Memberikan udzur kepada guru dengan alasan yang benar.
    (5) Memberikan nasihat secara lembut dan rahasia.
    (6) Menjaga kehormatan seorang guru dihadapan kaum muslimin yang lain.
  28. Mengembalikan sebuah permasalahan kepada Ahlinya
  29. Seorang yang mengagungkan ilmu mengembalikan sebuah permasalahan kepada ahli ilmu dan tidak memaksakan dirinya atas sesuatu yang dia tidak mampu karena dikuatirkan takut berbicara tanpa ilmu khususnya peristiwa-peristiwa yang besar yang berkaitan dengan urusan umat dan urusan orang banyak. Mereka (para ulama) memiliki ilmu dan pengalaman. Maka hendaknya kita berhusnuzhonn kepada mereka. Dan apabila ulama berselisih maka lebih hati-hatinya seseorang memilih pendapat mayoritas mereka.

  30. Menghormati majelis ilmu dan kitab
  31. Hendaklah beradab di dalam majelis, melihat kepada gurunya dan tidak menoleh tanpa keperluan, tidak banyak bergerak dan memainkan tangan dan kakinya, tidak bersandar di hadapan seorang guru, tidak bersandar dengan tangannya, tidak berbicara dengan orang yang berada disampingnya, dan apabila bersin berusaha untuk merendahkan suaranya, apabila menguap berusaha meredamnya.

    Dan hendaknya juga menjaga kitab dan memuliakannya, tidak menjadikan kitab sebagai tempat penyimpanan barang-barang, tidak bersandar di atas kitab, tidak meletakkan kitab di kakinya, dan jika membaca kitab di hadapan seorang guru hendaklah dia mengangkat kitab tersebut dan tidak meletakkannya di tanah.

  32. Membela ilmu dan menolongnya
  33. Ilmu memiliki kehormatan yang mengharuskan penuntut dan ahlinya untuk membela dan menolongnya bila ada yang berusaha merusaknya. Oleh karena itu, para ulama membantah orang yang menyimpang bila jelas penyimpangannya dari syariat siapapun dia. Yang demikian untuk menjaga agama dan menasihati kaum muslimin. Mereka memboikot seorang mubtadi' (orang yang membuat bid'ah dalam agama), tidak mengambil ilmu dari mereka kecuali dalam keadaan terpaksa dan lain-lain. Semua itu dilakukan untuk menjaga ilmu dan membelanya.

  34. Berhati-hati dalam bertanya kepada para ulama
  35. Seorang penuntut ilmu hendaknya memperhatikan empat perkara di dalam bertanya:


    (1) Bertanya untuk belajar, bukan untuk mengeyel. Karena orang yang niatnya tidak baik dalam bertanya akan dijauhkan dari berkah ilmu itu sendiri.
    (2) Bertanya tentang sesuatu yang bermanfaat
    (3) Memperhatikan kondisi gurunya. Tidak bertanya kepada guru apabila guru dalam keadaan tidak kondusif untuk menjawab pertanyaan.
    (4) Memperbaiki cara bertanya. Seperti menggunakan kata-kata yang baik, mendoakan guru sebelum bertanya, mengunakan panggilang penghormatan, dan lain-lain.
  36. Cinta yang sangat kepada ilmu
  37. Tidak mungkin seseorang mencapai derajat ilmu, kecuali apabila kelezatan dia yang paling besar ada di dalam ilmu. Kelezatan ilmu bisa didapatkan dengan tiga perkara:


    (1) Mengeluarkan segenap tenaganya dan kesungguhannya untuk belajar.
    (2) Kejujuran di dalam belajar.
    (3) Keikhlasan niat.
  38. Menjaga waktu di dalam ilmu
  39. Seorang penuntut ilmu tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun, menggunakan waktu untuk ibadah, dan mendahulukan yang afdhol di antara amalan-amalan. Sebagian salaf dahulu ada yang muridnya membacakan kitab kepadanya sedangkan dia (guru) dalam keadaan makan. Yang demikian adalah untuk menjaga waktunya agar tidak tersia-sia dalam menuntut ilmu.